Cerita Dari Pulau Nangka

Perjalanan ini, terasa sangat menyedihkan.
Sayang engkau tak duduk di samping ku kawan
.
Banyak cerita, yang mestinya kau saksikan.
Di tanah kering bebatuan…

Tubuhku terguncang, dihempas batu jalanan.
Hati tergetar menampak kering rerumputan
.
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi.
Gembala kecil menangis sedih …

SAYUP, terdengar Berita Kepada Kawan keluar dari kabin depan mobil pick up yang kami tumpangi.
Lagu itu menjadi hiburan tersendiri dalam perjalanan Jelajah Bangka (#NatakBangka) kali ini.
Dari bak belakang, sambil terpental-pental ku coba resapi makna lagu tersebut.
Mata terpejam, berusaha memahami apa yang ingin disampaikan sang maestro, Ebiet G.Ade.

Hari ini, dengan kendaraan bak terbuka, kami menelusuri jalanan berdebu disiang yang panas.
Sebuah pulau yang berada di Selat Bangka menjadi tujuan kami, Pulau Nangka!

Dari cerita yang kami peroleh, apabila cuaca cerah dan langit bersih maka dari Pulau Nangka, kita dapat melihat daratan Sumatera yang membentang dari selatan hingga utara.

Secara administratif Pulau Nangka masuk wilayah kecamatan Sungai Selan, kabupaten Bangka Tengah.
Dibutuhkan waktu ± 2,5 jam untuk menyeberang ke Pulau ini dari Pelabuhan Sungai Selan.
Namun begitu, jarak terdekat dengan Pulau Nangka adalah Tanjong Tedong.
Hanya ± 20 menit dari dermaga Tanjong Tedong.
Hubungan antara Pulau Nangka dengan Tanjong Tedong tidak bisa dipisahkan.
Karena kedua dusun itu, kini telah bergabung membentuk satu desa, Tanjung Pura.
Kesanalah kita mengarah !

pick-up
Menumpang pick up menuju Tanjong Tedong / Tanjung Pura.   (property go-pro: Aang/TAM)

Gerbang Tanjung Pura
Sedikit tentang Tanjong Tedong
Tanjong Tedong bersebelahan dengan Penagan dan Kota Kapur.
Dari Pangkalpinang (Ibukota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung) kita bisa melewati Kampong Pasir Garam. Hanya memerlukan waktu ± 1 jam untuk sampai ke dermaga Tanjong Tedong.

Uniknya, Tanjong Tedong masuk wilayah Kabupaten Bangka Tengah, bukan Bangka (induk) yang sebenarnya lebih dekat.
Sementara tetangganya Penagan dan Kota Kapur masuk wilayah Kabupaten Bangka (induk).
Hal ini dikarenakan dulunya akses darat menuju Tanjong Tedong sangatlah susah.
Sehingga hanya nelayan-nelayan dari Sungai Selan lah yang sering mengunjungi Tanjong Tedong melalui jalur laut.
Karena itu, hingga kini Tanjong Tedong masuk kedalam wilayah Kecamatan Sungai Selan.

Penamaan Tanjong Tedong sendiri tentu tak lepas dari cerita atau legenda,
seperti umumnya asal muasal penamaan suatu tempat ditanah Bangka.

Alkisah, dulunya ditanah Bangka hiduplah seorang sakti  yang disebut Akek Antak.
Dalam sepenggal masa kehidupannya, bersama sang istri, Akek Antak pernah bermukim di sebuah Tanjung (daratan yang menjorok kelaut).
Akek Antak mempunyai asisten yang setia yaitu seekor ular.
Pada suatu hari, ketika Akek Antak mau bepergian, beliau berpesan pada sang ular untuk menjaga padi yang sedang dijemur.
“Apabila ada yang mengangkat jemuran ini dan mengenakan pakaian berwarna hijau, maka patuklah”.
Begitu kurang lebih titah Akek Antak pada sang ‘asisten’.

Tak lama berselang setelah Akek Antak pergi,
Hujanpun turun membasahi bumi.
Istri Akek Antak tergopoh-gopoh mengangkat jemuran padi.
Tak disangka tak diduga, ular datang dan mematuk sang istri.

Begitu Akek Antak kembali, istrinya sudah mati.
Dalam linangan air mata, Akek Antak melihat baju hijau dipakai sang istri.
Akek Antak lupa mewanti-wanti,
Agar istri tetap mengenakan baju merah selama Ia pergi.

Dalam kesedihan dan emosi yang tak terkendali,
Akek Antak mengambil parang dan mengacung tinggi.
Ular Tedong ditebas berkali-kali,
Tanpa ampun hingga mati.

Konon ular tedong tersebut kini menjadi batu dan masih bisa dilihat dipinggir laut yang membentuk sebuah Tanjung, yang disebut Tanjong Tedong.

Tanjung Tedung
Tanjung Pura Desa Legenda

Kembali ke Pulau Nangka
Dermaga Tanjong Tedong adalah pantai yang berlumpur.
Jangan sekali-kali pergi ke Pulau Nangka dari sini diwaktu air laut sedang surut.
kalau tidak, Anda akan merasakan bagaimana sulitnya berjalan didalam lumpur untuk menuju perahu yang ditambatkan agak ketengah.
Selain lumpur, didasarnya ada banyak karang dan teritip yang siap menerima dan menggores kaki.
Sekedar untuk diketahui, lumpurnya saja bisa setinggi lutut disaat laut sedang surut.
Kalau lumpur setinggi lutut, berarti air laut bisa sepinggang.

laut surut
Ketika laut sedang surut dengan lumpur setinggi lutut.

Namun, apabila laut sedang pasang, tentunya semua hal itu bukanlah masalah.
Kita dapat lenggang kangkung turun dari atas dermaga dan mendaratkan kaki langsung ke perahu.

naik perahu
Laut pasang, perjalananpun lebih gampang.

Untuk itu, baiknya selalu tanyakan pada nelayan setempat, kapan waktu terbaik untuk menyeberang ke pulau Nangka, dan sebaliknya kapan waktu terbaik untuk kembali.
Dibulan Maret hingga Oktober, adalah waktu ideal untuk berkunjung kesana, karena laut akan teduh dan sangat bersahabat, termasuk bagi Anda yang memiliki ketakutan dan mabuk laut.

nyebrang
Ceria, dalam cuaca yang bersahabat.

Sesampai di Pulau Nangka, kita akan disambut hamparan pasir putih nan halus.
Kalau berlabuh diarah depan pemukiman penduduk, maka kita akan menemukan aliran kecil air tawar yang mengalir dari tengah Pulau hingga berakhir kelaut.

Namun, pengunjung yang ingin menikmati keindahan Pulau Nangka, umumnya akan berlabuh disebelah barat pulau. Disini sudah ada vila yang dibangun Pemkab Bateng dan dapat kita sewa.

berlabuh depan vila
lokasi depan vila

Namun, bagi Anda yang senang menikmati alam bebas tak perlu khawatir,
karena disini juga terdapat spot yang sangat bagus untuk mendirikan kemah, seperti yang kami lakukan.

tenda

makan bareng
View yang ditawarkan dari sudut ini adalah Pulau Pelepas.
Disebut juga Pulau Lampu, karna Pulau Pelepas memiliki mercusuar sebagai pemandu kapal-kapal yang berlayar di Selat Bangka.

mercusuar pelepas
Mercusuar Pulau Pelepas

Selain Pulau Pelepas, ada juga Pulau Begadung yang berada dekat dengan Pulau Nangka.
Namun kedua Pulau ini tidak berpenghuni.
Terakhir, ada Pulau Tikus yang lebih kecil lagi.

pulau begadung
Jauh dari hiruk pikuk kehidupan, dan tidak tersentuh aktivitas penambangan, menjadikan Pulau Nangka masih sangat asri.
Tidak sulit bagi kita untuk menemukan hewan pantai seperti kepiting dan umang-umang.
Bahkan tak perlu mencari, mereka yang akan datang dan hilir mudik disekitar kita.

umang-umang
Umang-umang asli Pulau Nangka

Kalau sudah di Pulau Nangka, jangan hanya di tenda atau disekitaran vila saja.
Ikuti jalan setapak yang sudah terpasang conblock.
Tak begitu jauh, setelah melewati hutan kecil dan kebun warga, kita akan menjumpai rumah-rumah penduduk.
Umumnya penduduk di Pulau Nangka berprofesi sebagai nelayan, namun sebagian ada yang berkebun cengkeh.
Cengkeh adalah komoditi yang cukup terkenal dari pulau ini.

nelayan pulau nangka
“Bubu” alat tangkap ikan tradisional Pulau Nangka
Cengkeh pulau nangka
Sahabat #NatakBangka membantu sambil bercengkrama dengan petani cengkeh di Pulau Nangka

Lebih jauh menelusuri Pulau Nangka, kita akan menjumpai Masjid.
Berdasarkan keterangan Pak Kadus (Muhammad Ali, 28thn) yang kami temui, ada 104 KK saat ini yang kesemuanya beragama Islam.
Seperti halnya orang desa, penduduk pulau Nangka sangatlah ramah.
Tersenyum dan menyapa adalah sifat keseharian mereka, bahkan kepada orang asing seperti kita.

masjid pulau nangka
. . . . .
Di pulau Nangka sudah ada SD.
Hanya SD, belum ada SMP apalagi SMA.
SD yang dibangun tahun 1984 ini awalnya hanya terdiri dari 3 lokal.
Kini, sekolah ini dihuni oleh 45 orang murid, yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 6.

Urusan fasilitas, mungkin SD disini memang kurang dibandingkan dengan SD disana.
Namun urusan semangat, bolehlah kalau mau diadu!
Ketika kami berkunjung kesana, mereka sedang mendapatkan makanan tambahan,
ya… semacam program perbaikan gizi.
Secara tertib mereka berbaris antri untuk mendapatkan sepiring kecil mie goreng olahan rumahan (bukan mie instant),
Setelah itu mereka akan kembali berbaris rapi untuk mendapatkan satu cup kolak singkong atau bubur ubi.

Antri Makanan
Antri makanan tambahan

Pastinya, kalian bisa membayangkan seperti apa raut wajah kehidupan mereka.
Hehehe… namun jangan salah sangka.
Kita boleh saja terharu dan bersedih.
Namun yakinlah, rasa seperti itu tidak akan kita dapatkan diwajah polos mereka.
Tidak ada muka-muka cengeng diwajah mereka, tidak ada keluh kesah yang keluar dari mulut mungil mereka.
Hanya keceriaan yang ada, dan tetap semangat menuntut ilmu!
Mungkin agak berbeda dengan anak kota pada umumnya,
walaupun dibesarkan dengan segala fasilitas, namun gampang sekali merajuk, suka rewel dan kurang mandiri.

Ceria Bermain
Menyempatkan bermain sekaligus menghibur murid SD Pulau Nangka
sd pulau nangka
Foto bersama Guru & Murid SD Pulau Nangka

Guru ???
Hanya orang-orang pilihan yang mampu bertahan untuk mengabdi disini.
7 orang Pahlawan tanpa tanda jasa dibantu 4 orang tenaga honorer, mereka membaktikan diri mencerdaskan anak-anak Negeri .
Tanpa listrik, tanpa hiburan, mereka hidup dalam kesunyian.
Dulu pernah ada proyek PLTS di Pulau ini, namun karena battery dan system inverternya rusak,
maka kegelapan pun tak dapat terhindarkan.
Genset adalah barang mewah sekaligus benda yang paling diimpikan.

Hebatnya, para guru ini terkadang harus bolak-balik ke Pulau Nangka untuk menyempurnakan bhakti.
Dengan menggunakan perahu dari Dinas Pendidikan Bangka Tengah, mereka menyeberangi laut.
Pun, tak jarang mereka harus menumpang perahu nelayan.
kapal dinas

Perahu Dinas

kepsek pulau nangka
Pulau Nangka tanpa dermaga. Begini perjuangan Kepala Sekolah SD Pulau Nangka. Bolak-balik dengan perahu dan harus rela melepaskan celana panjangnya.

Cerita lainnya…
Di Pulau Nangka memang sudah ada bidan.
Namun ketika itu, kami mendengar Bu Bidan yang hanya satu-satunya tersebut sedang cuti melahirkan.
Waktu itu kami menyaksikan bagaimana perjuangan seorang Ibu yang mau melahirkan.

Diusung pakai tandu seadanya.
Dipikul dari daratan Pulau Nangka menuju perahu yang tak bisa berlabuh hingga ketepi.
Perahu menyeberangi laut, si Ibu berjuang dengan maut.
Sesampai di dermaga Tanjong Tedong, air laut surut.
Kembali perahu tidak dapat sandar.
Apa boleh buat, tandu kembali dipikul melewati lumpur sedalam dengkul.
Beradu cepat dengan waktu, setengah berlari didalam becek, para pemikul terus melangkah hingga seratus meter kedepan, tempat dimana ambulan sudah menunggu.

ambulan
Seorang Ibu yang mau melahirkan di Pulau Nangka, terpaksa di evakuasi menggunakan Perahu dan dibawa ke Tanjong Tedong. Baru kemudian dibawa Ambulan ketempat persalinan.

Ingin ku abadikan momen itu,
untuk ku ceritakan pada kalian.
Namun apa daya, akupun sedang berjuang didalam lumpur.
Sesak rasa didada, karena tak dapat berbuat apa.

Jerit parau suara hati Ebiet G.Ade kembali terngiang di telinga ku.

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut, ku kabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit…

Barangkali di sana ada jawabnya,
Mengapa di tanahku terjadi bencana.

Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Menyaksikan secara langsung kenyataan seperti ini, ada pedih rasa dihati.
Negeriku (Bangka Belitung) yang konon kekayaannya bisa membiayai Negara, namun tak bisa berbuat banyak terhadap warganya.
Andai saja dibangun dermaga yang cukup layak, mungkin penderitaan saudara kami takkan begitu nampak.
Padahal tak banyak yang mereka pinta, hanya genset dan dermaga!

#NatakBangka di Pulau Nangka, 16,17,23 Juli 2016.
*suatu saat, kami akan kembali !

Comments

comments

15 thoughts on “Cerita Dari Pulau Nangka

  1. terimakasih, kami juga jadiya bisa mengetahui tentang pulau asal kita.
    teruslah mengunjungi saudara” kita yg lainnya, moga sehat dan jangan lupa berbagi ya.
    Bravo Jelajah Bangka !

Leave a Reply to Alvin Azra Cancel reply

Your email address will not be published.