Pulau KETAWAI, Dalam Nuansa GMT

Gerhana Matahari Total yang melewati Bangka, ternyata menjadi magnet yang luar biasa terhadap penarikan massa. Pemkab Bangka Tengah yang jeli melihat peluang, tak menyia-nyiakan moment puluhan bahkan ratusan tahun tersebut. Berbagai kegiatan digelar. Pameran, diskusi hingga pagelaran seni. Tak mau tanggung, Pimpinan Grup Musik Kyai Kanjeng, Emha Ainun Nadjib dihadirkan disana.

Senin, 7 Maret 2016 atau H-2 dari GMT, kami mendapat info bahwa Terentang yang menjadi pusat kegiatan GMT sudah ramai diserbu pengunjung. Hotel penuh terisi, homestay sudah banyak yang ditempati. Jalanan mulai macet, semua seolah tumplek disana.

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan, kami segera melakukan koordinasi, keputusan harus segera dibuat, jangan sampai kelabakan pada hari H-nya.
Dari semua informasi, kami diskusikan. Dan keputusannya Pulau Ketawai menjadi tujuan kami, Tim #Natak/JelajahBangka edisi GMT kali ini.

H-1 GMT.
Jam 6 pagi beberapa teman sudah berada di Graha Pemuda, titik kumpul yang kami sepakati.
Graha Pemuda dipilih karena “ekspedisi” kali ini didominasi oleh sahabat-sahabat dari Pemuda Anshor dan KNPI. Selain itu turut pula beberapa kawan dari TAM TV beserta rekan-rekan lainnya.

Semua personel sudah lengkap, berikut atribut dan semua kebutuhan selama dipulau sudah masuk mobil, selanjutnya adalah menuju Kurau Bangka Tengah. Perjalanan menuju Kurau hanya memakan waktu sekitar 30 menit dari Pangkalpinang, Ibukota Propinsi Kepulauan Bangka-Belitung.

KURAU
Kurau adalah perkampungan nelayan sekaligus akses terdekat untuk menyebrang ke Pulau Ketawai.
Di dermaganya, banyak perahu nelayan yang bisa kita sewa. Perahu dengan kapasitas 5-6 Ton bisa mengangkut 20 hingga 30 orang penumpang. Menggunakan mesin diesel 120PS, perahu ini akan membawa kita 30-45 menit sampai Ketawai. Semua tergantung bobot muatan dan terutama kecepatan angin yang berimbas pada tinggi rendahnya gelombang.

lukisan pada tugu yang terabaikan
“Lukisan Pulau Ketawai pada Tugu di Dermaga Kurau”

Setelah rehat sejenak, satu persatu kami menaiki perahu. Mesin dinyalakan, dan perlahan perahu meninggalkan dermaga, bergerak kearah timur membelah alur sungai Kurau.
Air laut masih pasang dan riak gelombang cukup tenang, sehingga memudahkan perjalanan ini. Alhamdulillah, syukurku dalam hati.

Beberapa menit keluar dari muara (pertemuan sungai dan laut, masyarakat setempat menyebutnya kuala/kualo), perahu digas semakin kencang. Disisi kanan dan kiri terlihat garis lengkung pulau Bangka, memanjang dari utara hingga selatan. Semakin menjauh, pulau Bangka serasa mengecil. Ada rasa aneh menyergap jiwa ku. Semacam rasa sedih dan haru, meninggalkan pulau tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Pulau dimana aku sehari-hari berada. Terbayang dibenakku wajah Emak yg sendirian, adikku yg baru melahirkan, dan kurcaci-kurcaci pona’an yang tiap hari bermain bersamaku.
Kenapa tiba-tiba aku menjadi melow begini? Sambil tersenyum dengan mata berkaca-kaca, ku usap mata dengan lengan baju. Baper deh.  😀

Ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan ku. Tak terasa, 30 menit sudah berlalu. Ku tegakkan kepala dan memandang lurus kedepan, ketawai sudah nampak membentang.

Pulau Ketawai dari jauh
Pulau Ketawai dari jauh
Dermaga Ketawai
Dermaga Ketawai

Sesampai di ketawai, ternyata sudah banyak orang. Kami bertemu dengan tim penyelam dari fun dive Babel. Dibeberapa tempat pinggir pantai terlihat keluarga kecil yang sedang berjemur atau sedang makan.

Wisatawan di Ketawai

Pengunjung di pulau ketawai
*semua photo diambil dengan meminta izin terlebih dahulu, termasuk pemberitahuan untuk ditampilkan di JelajahBangka.com

“Dimana Bumi dipijak, disitu  Langit dijunjung”.

Pepatah tua itu tetaplah harus digunakan dimanapun kita berada.

Di Ketawai, kami menjumpai Pak Ra’uf. Pria 69 tahun tahun ini bisalah dikatakan sebagai kuncen disini. Beliau mengabdikan diri untuk menjaga dan merawat Pulau ini.

Duduk santai menikmati semilir angin pantai, sambil berbincang dengan Pak Ra’uf sangat mengesankan.
Diraut mukanya yang sudah termakan umur, tergambar betapa keras perjalanan hidupnya. Namun air mukanya menggambarkan tentang keikhlasan dalam pelayanan dan pengabdian.
Pak Ra’uf tak sungkan untuk minta maaf ketika menyapa pengunjung untuk mengingatkan agar tidak membuang sampah sembarangan.
Ketika melihat pengunjung yang selesai makan dan dengan sisa-sisa makanan berikut bungkusannya yang berserakan, pak Ra’uf mendatangi mereka.

“Dek, maap ok. Sampah e tulong dikumpol. Klak men lah sudeh tulong tarok ditempet sampah nu. Atau men dek e tarok siya lah, klak kami pacak muang a. Makaseh ok Dek, maaf ok kalok Bapak ne ceriwet”.
(Dik, maaf ya. Sampahnya tolong dikumpul. Nanti kalau sudah selesai (kalau mau pulang) tolong letakkan ditempat sampah sana (sambil menunjuk arah tempat sampah). Atau, kalau tidak, taruh aja disitu dulu, nanti biar kami yang membuangnya. Makasih ya Dik, maaf kalau Bapak ini cerewet)

Penjaga Pulau Ketawai
Pak Ra’uf (69) ketika berbincang dengan pengunjung. Terlihat salah satu tong sampah yang tersedia.

Pak Ra’uf senang dengan adanya pengunjung di Ketawai. Maklum saja, disisa umurnya sekarang, beliau hanya tinggal bertiga dipulau ini. Sesekali kalau kondisi pengunjung sedang ramai, beliau dibantu adiknya berjualan, menyediakan minuman dan makanan ringan. Warung ala kadarnya, namun sangat membantu bagi yang kehabisan air dan kehausan.

warung di Ketawai

Ngobrol santai memang membuai, silaturahim memang memanjangkan umur. Tak terasa sore menyapa. Semburat merah diujung barat menandakan maghrib segera tiba. Dari kejauhan aku melihat tenda kami sudah berdiri. Kami memang sudah berbagi tugas, Tenda dihandle oleh Bung Satriawan sang ketua GP Anshor Bangka Tengah, Urusan dapur umum oleh Master Chef Andriyandi. Yang menyangkut perkapalan, diselesaikan oleh Bung Vijay dari Dishub. Masalah unggun, perapian beserta kebutuhan umum lainnya seperti memanjat pohon kelapa dipercayakan kepada sahabat serba bisa, sang multi talent Bung Herlan Alvaro. Dan ABP sebagai pembaca do’a, heheheee……
Sayangnya, satu anggota kami tidak bisa hadir karena kondisinya yg kurang fit, sahabat M.Syukri.

 

Sunset di Ketawai
Senja diKetawai

Malam beranjak naik. Setelah mandi dan menunaikan sholat maghrib kami makan bersama. (O ya, di ketawai ada air tawar yang disedot menggunakan pompa air dan pondok mushola fasilitas oleh Perusahaan pengelola pulau yang diemban oleh Pak Ra’uf).

Tak banyak yang kami lakukan dimalam ini, selain berbincang dan bercengkrama mengeratkan persaudaraan. Sesekali “petugas unggun” memperbaiki nyala api agar bisa menambah rasa hangat diantara kami. Teringat pesan Pak Ra’uf sore tadi agar jangan membuat unggun diatas pasir atau terlalu dekat dengan bibir pantai. Hal itu akan membuat pasir menjadi hitam dan pantai menjadi rusak. Jangan pula membuat api dibawah pohon. Selain berbahaya, panasnya akan membuat layu dedaunan dan mematikan pohon tersebut. Hmm… aku jadi teringat akan pelajaran biologi dan kimia, bahwa dimalam hari pohon akan mengeluarkan karbondioksida dan menarik oksigen sehingga tidak sehat buat kita. Begitupun dengan sisa bakaran yang menghasilkan racun CO².

1_1834
“Sang Dewa Api” 😀

Malam sungguh indah, beralaskan bumi beratapkan langit. Memandang keatas, bintang bertaburan. Subhanallah, kembali aku bertasbih. Merasakan ke-AgunganNYA dan merasa betapa kecilnya kita. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban, maka nikmat Tuhan yang mana lagi yang kita dustakan ?

Malam di Ketawai
Taburan Bintang diatas Langit Ketawai

Mata hampir terpejam ketika tiba-tiba ku dengar riuh suara manusia. Kaget, dan spontan aku loncat dari posisi tidurku. Dalam gelap, kucari sumber suara. Ternyata beberapa anak muda sedang menarik jaring ikan dari laut menuju pantai. Puket Tarik begitu sebutannya.
wah, sudah lama aku tidak pernah ikut muket. Didorong rasa penasaran, ku dekati mereka.

1_1846

Dalam remang malam, hampir tanpa sinar bulan, agak susah melihat hasil tangkapan mereka. Sepertinya untuk tarikan pertama ini belum begitu membuahkan hasil. Mereka kembali turun kelaut, aku pun balik ke tenda untuk menyiapkan energi buat besok pagi.

9 Maret 2016
Drrrtttt….drrtttt…drettttt
HP ku bergetar, pasti karna alarm yang aku set tepat jam 5 pagi. Kuraih dan lihat, benar saja langsung aku off kan alarm nya kemudian bangun dan duduk. Setelah melakukan sedikit peregangan otot, aku melangkah menuju MCK.

Selesai melaksanakan sholat subuh, saatnya memanggul kamera untuk berburu sunrise sekaligus mencari tempat yang pas buat mengabadikan moment Gerhana Matahari Total hari ini.
Seorang diri, Pulau Ketawai ku kitari. Karena posisi tenda kami menghadap barat, berarti aku harus memutar menuju timur.
Pulau Ketawai dengan luas 27,8 ha hanya ditumbuhi pepohonan kelapa. Tidak terdapat bebatuan granit sebesar rumah seperti umumnya pantai-pantai yang ada di Bangka. Hanya saja pasir nya yang putih dan lembut mengingatkan pada pantai-pantai Bangka masa lalu sebelum dikotori limbah tambang.

Sunrise dari Pulau Ketawai
Sunrise dari Pulau Ketawai

Suasana mulai terang, matahari mulai muncul. Ada gelisah dan dag-dig-dug dalam diriku, membayangkan betapa dahsyatnya Gerhana Matahari Total nantinya.
kembali kulirik jam tangan ku, 06:17. Hmmm… artinya 4 menit lagi, bulan akan mulai menutupi sinar matahari, dan “drama” GMT pun akan dimulai.
Kamera ku arahkan ke Matahari. Sebagai antisipasi untuk mengurangi cahaya yang berlebih, pada ujung lensa tele telah ku pasang 2 buah filter ND sekaligus. 😀

Suasanya yang tadinya mulai terang, sekarang berangsur gelap kembali. Cahaya matahari yang seharusnya menerangi, kini mulai terhalang oleh bulan sehingga menghasilkan bayang hitam pada Bumi. Daerah yang terkena bayang hitam itulah yang disebut dilewati GMT.

GMT Ketawai Bangka

Tik……… tik…….. tik………
Tiba-tiba alam seolah bergerak melambat, slow motion.
Detik berlalu terasa istimewa, dag-dig-dug makin terasa.
Nafas serasa tercekat. Matahari semakin sabit, Ketawai makin gelap,
hingga puncaknya,  BLASSS…..
Semua menjadi gelap laksana malam.

Allahuakbar…. Allahuakbar.
Sekujur tubuhku merinding menyaksikan peristiwa ini, kakiku gemetar, badanku lunglai.
Sungguh, ini bukan perkara main-main! Aku menyadari, ada Zat yang Maha Dahsyat yang mengatur semua ini. Menggerakkan 3 benda langit dalam 1 garis lurus bukan perkara sembarangan. Mustahil dilakukan manusia, apalagi dalih Kebetulan.

Lemas tubuhku, terduduk pantatku dipokok kayu.
Kuduk masih merinding, perlahan sinar mentari kembali menyingsing.
Nafas kuatur perlahan, dalam mata terpejam
Ku kemas peralatan, dengan langkah gontai kembali menuju pulang.

*KETAWAI, dalam nuansa GMT. 8-9 Maret 2016.

GMT Ketawai Bangka

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Malam, Siang, Matahari dan Bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Dia yang hendak kamu sembah.”
(QS. Al-Fushilat : 37)

GMT Ketawai Bangka

GMT Ketawai Bangka

“Dan Allah telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.”
(QS. Ibrahim : 33)

GMT Ketawai Bangka

GMT Ketawai Bangka

GMT Ketawai Bangka

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan penuh hikmah. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
(QS. Yunus : 5)

 

Comments

comments

9 thoughts on “Pulau KETAWAI, Dalam Nuansa GMT

  1. Apakah anda mempunyai akhir pekan yang membosankan atau tidak mempunyai acara apapun? Jika anda mempunyai akhir pekan yang sering membosankan – maka akan membuat anda jadi benci terhadap weekend, padahal weekend adalah waktu terbaik untuk liburan atau melepaskan semua kepenatan kerja, dari pada anda tidak mempunyai acara saat weekend, cobalah untuk melakukan kemping/berkemah ke pegunungan atau ke hutan, lalu membuat api unggun, bernyanyi bersama keluarga atau mandi di kali dengan keluarga. Hal ini Akan menyenangkanJika anda berniat untuk kemping/berkemah, hal yang harus persiapkan adalah menyiapkan mobil untuk menempuh ke tempat tujuan, karena tempat yang akan di tuju adalah tempat yang mempunyai medan cukup sulit, sebaiknya anda menggunakan mobil jib, atau menggunakan truck, hal ini akan lebih baik dari pada anda menggunakan mobil sedan atau mobil mewah lain nyaSetelah mobil sudah siap, sekarang anda harus membawa perlengkapan kemping/berkemah. Jika anda belum tahu – APA saja yang harus di bawa saat melakukan kemping/berkemah. Coba simak list di bawah ini Berkemah Membuat Akhir Pekan Jadi Lebih Sempurna

  2. whoa1h this blog is great i love reading your posts. Keep up the great work! You know, a lot of people are looking around for this information, you can aid them greatly.

  3. Good post! I read your blog often and you always post excellent content. I posted this article on Facebook and my followers like it. Thanks for writing this!

  4. Mau nanya dong bro. Kalo di Ketawai untuk menginap bagaimana caranya? Untuk kapal , ketika menginap apakah diantar jemput atau ditunggu? Kami rencana kesana bulan Mei ini. Thanks bro
    Salam lestari

    1. Terimaskih Mas Andik sudah mampir.
      Tidak ada syarat2 khusus kalo mau menginap di Ketawai.
      Untuk sopan-santun, cukup temui Pak Ra’uf sebagai penjaga dipulau tsb, nanti beliau akan banyak bercerita.
      Masalah kapal, kalo menginap biasanya antar-jemput.
      Salam Lestari 🙂

Leave a Reply to Angelasek Cancel reply

Your email address will not be published.