MANGKOL Sekarang, Bukan MANGKOL Yang Dulu
“Mangkol kok Gunung?… itu kan Bukit ??”
Ya…, Pasti banyak yang tidak setuju dengan penggunaan istilah “Gunung” yang melekat pada Mangkol.
Bisa dimaklumi, karena Mangkol hanya memiliki ketinggian 391 mdpl, jauh dibawah kriteria Encyclopædia Britannica* yang mendefinisikan Gunung apabila memiliki ketinggian setidaknya 2000ft (±610m).
Namun, disumber lain ada yang mengatakan bahwa bisa dikatakan gunung apabila masih aktif atau setidaknya (dulu) pernah aktif.
Dan pada peta-peta Bangka terdahulu yang dibuat oleh Belanda, Mangkol selalu ditulis dengan istilah “Gunung”.
Kita tidak pernah tahu apakah selama 350 tahun Belanda berkuasa atas Indonesia, atau mungkin jauh sebelumnya Mangkol pernah aktif?
Hanya saja, yang bisa menjadi catatan kita adalah, bahwa di Bangka ada beberapa tempat yang bisa ditemukan sumber panas, hingga saat ini. Katakan lah Pemali misalnya, Nyelanding, Keritak dan beberapa tempat lainnya. Apakah dulunya panas bumi ini ada yang “sempat “ mengaktifkan bukit di Bangka, hingga beberapa diantaranya ada yang disebut Gunung?
Entahlah,
Sementara, kita lewatkan saja dulu. Suatu saat nanti biar pakarnya yang bicara.
Tapi setidaknya karena selama ratusan tahun hingga sekarang Mangkol selalu disebut/dituliskan dengan Gunung, maka kita ikut saja lah.
Lantas, bagaimana kondisi Gunung Mangkol saat ini?
masih kah seperti yang dulu?
Bagi yang sering menjejakkan kakinya di Gunung Mangkol, tentu faham dengan kondisi Mangkol akhir-akhr ini.
Tapi…bagi kawan-kawan yang belum pernah ke Mangkol atau yang ingin sekedar bernostolgia mengingat masa lalu, berikut Jelajah Bangka hadirkan spesial untuk mu 😉
Asal mula kata Mangkol.
Selama “berkutat” dengan Mangkol, setidaknya ada dua sumber yang saya dapatkan tentang asal mula penamaan Gunung ini.
Yang pertama Mangkol diambil dari Bahasa Arab, Mangkul yang berarti Memindahkan.
Karena nama-nama Gunung di Pulau Bangka, umumnya diambil dari bahasa arab dari pedagang yang singgah di Pulau Bangka waktu itu.
“Apa yang dipindahkan, dari mana dan kemana dipindahkannya, kita masih belum tahu”.
Setidaknya begitu yang disampaikan oleh Kepala Dinas Budparpora Kota Pangkalpinang, Bapak Akhmad Elvian.
Yang kedua datang dari Haji Ilyasa (78th), pengasuh Pondok Pesantren di Kampong Kimak yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pahlawan asal Bangka, Depati Amir.
Menurut Haji Ilyasa, sebutan Gunung Mangkol diambil dari nama seorang Akek (Kakek) yang dulu berkebun dan berdiam diri dilereng sebuah Gunung yang menjadi pembatas antara Kampong Pedindang dengan Kampong Mesuk. Akek Mangkol, begitu namanya.
Akek Mangkol berteman akrab dengan Akek Dul yang kemudian melatar belakangi penyebutan Kampong Dul sekarang ini.
Jalan Menuju Mangkol
Ada dua jalan utama untuk menuju ke Puncak Mangkol, yaitu Terak dan Pedindang.
Meskipun ditengah perjalanan kedua jalur ini akan menyatu.
Dari jalur (kampong) Terak, apabila ingin ke Mangkol, orang-orang biasa menyebutnya dengan istilah jalan “Simpang Puskesmas”.
Kebanyakan orang lebih familiar dengan jalur ini, karena merupakan jalur lama.
Hanya saja, kalau dari arah Pangkalpinang, saya lebih menyarankan untuk menggunakan jalur Pedindang. Karena selain lebih dekat, jalannya relatif baru dan sedikit lebih baik dari jalur pertama tadi.
Kalau memilih jalur ini, berarti kita masuk melalui “Jalan Mangkol Dalam”.
Yang menjadi ciri khas jalan ke Gunung Mangkol adalah jembatan tua yang dibangun semasa pemerintahan Belanda.
Hingga saat ini, jembatan tersebut masih berdiri kokoh, meski telah diterjang banjir dan longsor beberapakali.
Setelah melewati jembatan, kita akan memasuki Pos yang dulunya digunakan untuk penjagaan dan sebagai pintu utama masuk ke Gunung Mangkol.
Pos ini cukup melegenda. Apabila ada yang mau hiking ke puncak Mangkol, biasanya start dari sini, karena mobil yang mengantar hanya sampai disini.
Tahun 80-an masih banyak adik-adik Pramuka yang mendaki Gunung ini.
Nah nanti seturunnya dari puncak, didekat Pos ini terdapat semacam kolam dan air terjun mini.
Kita bisa mandi atau sekedar membasuh muka untuk menghilangkan penat agar tubuh segar kembali.
Tak jauh dari Pos ini juga, terdapat bangunan yang dibangun pada zaman kolonial.
Bangunan ini semacam bak penampungan yang berfungsi untuk “mengkondisikan” air.
Mulai dari penyaringan, perjernihan, mengatur debit sehingga dapat disalurkan dengan baik.
“Bak Penampungan” ini dibuat dengan perhitungan yang teramat cermat. Didalamnya terdapat skat-skat kolam dan pipa-pipa yang sangat teratur .
Terbukti, tanpa menggunakan tekhnologi modern yang berbasis listrik, air dari sini bisa disalurkan hingga ke Pangkalpinang dan berujung di Bukit baru yang disebut Watertoren.
Sekilas Tentang Watertoren
Bangunan pada sumber air baku dikaki Gunung Mangkol dibangun pada tahun 1927.
Ketika itu J.E. Edie yang bertugas sebagai Residen (1925-1928M) memerintahkan untuk melakukan penelitian guna mencari sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Pangkalpinang.
Dari pencarian tersebut didapat tiga sumber yang diajukan, yaitu: dari Gunung Doel, Sungai Nyelanding (daerah Kimak) dan Gunung Mangkol.
Atas saran seorang ahli bernama Bas Van Hout mengatakan bahwa air dari Gunung Mangkol adalah yang paling layak. Dengan perbandingan bahwa sumber dari Gunung Doel, debitnya terlalu sedikit sedangkan sumber dari sungai Nyelanding tingkat kekeruhannya diatas ambang untuk digunakan sebagai air minum. Sehingga diputuskan air dari Gunung Mangkol adalah yang paling pas.
Air dari kaki gunung mangkol ini dialirkan hingga Watertoren di Bukit Baru (dulu bernama Kampung Bukit) yang dibangun pada tahun 1932 untuk memenuhi 11.970 orang di pangkalpinang yang dikerjakan oleh Aannemer (kontraktor) Lindeteves Stokvis dari Betawi.
*(disarikan dari “Watertoren di Kampung Bukit” oleh: Akhmad Elvian).
– – – – – – – –
Selain nilai Sejarah, Mangkol tentu menyimpan banyak kenangan.
Tak hanya Pramuka, remaja pada masa itu juga banyak yang memilih Mangkol menjadi salah satu tujuan piknik.
Tak sedikit dimasa-masa libur sekolah, siswa-siswa melakukan Study Tour ke Puncak Gunung Mangkol yang terdapat stasiun relay TVRI.
Waktu bergulir, zaman pun berbeda.
Modern hadir, Mangkol terlupa.
Jalanan hancur, Ilegal logging merajalela.
Hutan gundul, Mangkol Merana.
Kini kondisi Mangkol sangat memperihatinkan.
Hutan digarap, Pohon ditebang, Tanah dibongkar, Jalan disikat.
Aktivitas tambang, memporak-porandakan aliran sungai.
Ketika hujan, air tak terserap maksimal.
Dari puncak, air meluncur tanpa hambatan.
Sampai dibawah, kebingungan karena jalurnya berubah parah.
Sementara dari atas, air terus mendesak tak terhingga.
Meluap dan banjir pasti diujung cerita.
Siapa yang salah, Siapa yang bertanggung Jawab & Siapa yang peduli?
Kita tidak bisa menutup mata, bahwa pasti sudah banyak orang yang peduli akan hal ini.
Hanya saja, mungkin karena sifatnya yang masih sendiri-sendiri dan belum terkoordinir dengan baik, maka hasilnya belum terlihat signifikan.
Bisa dibayangkan, kawasan Gunung Mangkol itu lebih dari 6 Ribu Hektar!
Teramat susah kalau hanya dikerjakan sendiri dan parsial.
Pada hari Minggu 09 oktober 2016 yang lalu telah diresmikan sebuah Yayasan yang concern mengembalikan keasrian Mangkol, Yayasan Gunung Mangkol Lestari.
Mari kita dukung gerakan ini supaya Gunung Mangkol (kembali) Lestari !
Salam Mangkol-Salam Lestari !
*Encyclopædia Britannica: Ensiklopedia tertua dengan 4.000 kontributor, yang dianggap akurat dan terpercaya didunia.
apakah kita bisa tanam pohon digunung mangkol??
Insya Allah bisa Om Eko. Mau perorangan ataupun komunitas.
Kalaupun harus koordinasi, sy rasa pihak terkait disini sangat terbuka.
Kalau mangkol tak diletarikan, pangkalpinang bisa gawat ternyata
Begitulah adanya, Guru.
Kapan ya bisa kesitu lagi….