Pola Pikir dan Cara Mengelola Pembangunan Daerah Kepulauan

1
PULAU KELAPAN BANGKA

Wilayah Indonesia berupa kepulauan sehingga disebut sebagai Benua Maritim Indonesia. Atas dasar ini dikembangkan geopolitik nasional Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara berarti cara pandang Indonesia tentang diri dan lingkungan berdasarkan ide nasional yang dilandasi Pancasila dan UUD NKRI 1945.

Selain itu diartikan sebagai cara pandang, memahami, menghayati, bertindak dan berpikir sebagai hasil interaksi proses psikologis, sosiokultural dengan aspek “Astagatra“.

Wawasan Nusantara memiliki asas keterpaduan meliputi satu kesatuan wilayah dan satu kesatuan politik serta satu ideologi yaitu ideologi dan identitas Nasional.

Astagatra adalah konsep yang menggambarkan hubungan antara bidang-bidang kehidupan manusia dalam konteks ketahanan nasional Indonesia.

Astagatra terdiri dari Trigatra dan Pancagatra. Trigatra, aspek alam yang meliputi geografi, demografi, dan sumber daya alam. Trigatra merupakan potensi dan modal bagi bangsa Indonesia dalam pembangunan.

Pancagatra, aspek sosial yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Pancagatra merupakan kondisi yang tercipta sebagai akibat dari hasil pembangunan nasional. (Perpustakaan Lemhannas page14 dan 16 http://lib.lemhannas.go.id)

Dalam konteks daerah kepulauan yang memiliki keunikan dan keanekaragaman yang sangat kaya. Cara berpikir dan bertindak masyarakat di kepulauan ini seringkali dipengaruhi oleh kebudayaan lokal, kearifan lokal, serta konteks lingkungan yang ada.

Dalam catatan ini, penulis ingin menyoroti dua aspek penting dalam cara berpikir dan bertindak masyarakat kepulauan dalam pembangunan daerahnya, yaitu berbasis kearifan lokal dan hubungan dengan lingkungan.

Pertama, kearifan lokal. Masyarakat di kepulauan seringkali memiliki pengetahuan yang dalam tentang lingkungan mereka. Hal ini tercermin dalam cara mereka mengelola sumber daya alam, kegiatan nelayan, serta pola pertanian yang berkelanjutan.

Misalnya, banyak komunitas di pulau-pulau kecil mengandalkan pengetahuan tradisional untuk menentukan waktu yang tepat dalam menangkap ikan atau menanam tanaman. Cara berpikir ini menunjukkan keterhubungan yang kuat antara manusia dengan alam, di mana masyarakat tidak hanya memanfaatkan sumber daya, tetapi juga menghargai dan merawatnya.

See also  Tradisi 7 Likur dan Refleksi Akhir Ramadhan.

Kedua, hubungan dengan lingkungan. Masyarakat kepulauan cenderung mengembangkan pola hidup yang ramah lingkungan. Praktik-praktik seperti penggunaan bahan-bahan alami, penghormatan terhadap musim, dan perlindungan terhadap ekosistem laut, menjadi bagian integral dalam cara hidup mereka. Cara berpikir ini harus dicontoh dan dipromosikan dalam konteks (modern), di mana isu lingkungan adalah krusial, atau semakin mendesak.

Di tengah globalisasi dan industrialisasi, masyarakat kepulauan harus mampu mempertahankan nilai-nilai ini sambil (beradaptasi) dengan perubahan zaman. Tantangan pengembangan pembangunan berbasis daerah kepulauan tetap ada.

Banyaknya dari pembangunan yang tidak berkelanjutan, serta pengaruh budaya luar yang mungkin merusak kearifan lokal, penting bagi masyarakat kepulauan untuk menjaga identitas mereka.

Menjaga keseimbangan lingkungan dan upaya pelestarian budaya menjadi kunci untuk memastikan bahwa cara berpikir dan bertindak masyarakat dalam membangun daerahnya dapat beradaptasi sekaligus mempertahankan nilai-nilai tradisional.

Esensinya, bahwa pendapat, cara berpikir, dan bertindak di daerah kepulauan merupakan kombinasi antara kearifan lokal dan hubungan yang harmonis dengan lingkungan.

Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan iklim, penting bagi kita untuk mengedepankan nilai-nilai ini dan melibatkan generasi muda dalam menjaga warisan budaya dan lingkungan mereka.

Melalui pendekatan pembangunan yang berkelanjutan, masyarakat kepulauan tidak hanya stabil, tetapi juga dapat berkembang maju dalam harmoni dengan alam dan budayanya.

Masyarakat kepulauan dihadapkan pada tantangan kompleks, bagaimana mempertahankan identitas dan nilai-nilai lokal sambil (beradaptasi) dengan perubahan zaman yang cepat.

Globalisasi membawa dampak positif, seperti akses informasi dan teknologi, namun juga mengancam keberadaan (budaya lokal). Masyarakat kepulauan, yang memiliki tradisi dan kearifan lokal yang kaya, seharusnya tidak hanya menjadi penonton dalam arus perubahan tersebut, tetapi juga pelaku aktif yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya dari kegiatan ekonomi berbasis kearifan lokal harus menjadi sorotan bersama. Masyarakat perlu memanfaatkan sumber daya alam secara (bijaksana), mengedepankan praktik berkelanjutan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga melestarikan lingkungan.

See also  Tinjauan Kritis Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Sebagai Pergudangan Nasional dan Pelabuhan Internasional

Dalam berbagai sektor sumber daya alam kelautan, penerapan metode pemanfaatannya ramah lingkungan, sehingga dapat memastikan keberlangsungan ekosistem laut serta kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya tersebut.

Di sisi lain, adaptasi terhadap teknologi menjadi keharusan. Peningkatan keterampilan digital dan pemanfaatan media sosial untuk mempromosikan budaya lokal daerah kepulauan dapat menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas.

Banyak sekali, seni dan budaya lokal yang dipromosikan secara online mampu menarik perhatian dunia, sekaligus memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat.

Adapun dalam mengadopsi teknologi, penting bagi masyarakat untuk tetap selektif dan kritis, agar nilai-nilai lokal tetap terpelihara. Pendidikan berbasis kearifan lokal harus diperkuat, agar generasi muda tidak hanya memahami teknologi, tetapi juga menghargai dan melestarikan warisan budaya mereka.

Mantan Presiden B.J. Habibie menegaskan bahwa setidaknya ada dua jalur yang dibutuhkan untuk membentuk manusia yang unggul. Kedua jalur tersebut adalah jalur pendidikan dan pembudayaan.( Kemenag RI, 3 Maret 2014)

Daerah kepulauan diperlukan kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berpihak pada pembentukan manusia unggul yaitu pendidikan dan pembudayaan pelestarian budaya lokal, baik melalui program pendidikan, pelatihan, maupun dukungan finansial bagi pelaku usaha kecil yang berorientasi pada kearifan lokal.

Kerja sama terintegrasi semua komponen kekuatan sumber daya manusia di daerah kepulauan akan menciptakan ekosistem yang harmonis, mendukung masyarakat untuk beradaptasi sekaligus mempertahankan nilai-nilai yang ada.

Dengan memadukan antara tradisi yang kaya dan inovasi yang relevan, masyarakat kepulauan tidak hanya akan mampu bertahan, tetapi juga berkembang dalam perubahan zaman.

Dengan banyaknya para pemimpin daerah kepulauan memiliki pola selaras dalam berpikir,  dan bertindak yang adaptif, inklusif, dan strategis, tentunya dapat menghasilkan kemajuan pembangunan berkelanjutan daerah kepulauan di segala bidang .

Pemimpin daerah kepulauan harus mampu merumuskan visi yang jelas untuk pengembangan wilayah, termasuk potensi pariwisata, sumber daya alam, dan masyarakat berbasis daerah kepulauan.

See also  Prasasti Kota Kapur dan Pentingnya Pembangunan Identitas Sejarah Di Pulau Bangka

Seperti pada pengembangan infrastruktur yang mendukung konektivitas antar pulau, peningkatan sarana pendidikan dalam mendukung kemaritiman, pengembangan pelabuhan, transportasi laut yang memadai, jalan, dan sarana komunikasi.

Mengedepankan (participatory governance) yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta mendukung program pemberdayaan ekonomi lokal. Memperhatikan aspek keberlanjutan dan konservasi lingkungan, mengingat kepulauan memiliki ekosistem yang rentan.

Membangun kerja sama kemaritiman dengan daerah lain dan institusi terkait untuk memaksimalkan sumber daya dan meningkatkan daya saing. Mengembangkan kemampuan dan sistem yang dapat mengantisipasi dan merespons bencana, mengingat banyak daerah kepulauan rentan terhadap segala jenis bencana alam.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pemimpin daerah kepulauan dapat merespons tantangan unik yang dihadapi wilayahnya dan mendorong perkembangan yang berkelanjutan.

Tentunya para pemimpin daerah kepulauan mempunyai konsep terintegrasi dalam arah pembangunan daerahnya, dasarnya yaitu para pemimpin daerah kepulauan harus paham konsep berpikir holistik dan bertindak dalam pembangunan daerah kepulauan secara utuh, yaitu pembangunan yang didalamnya dapat merealisasikan, atau memadukan keseimbangan antara tradisi yang kaya, sumber daya alam, manusia dan inovasi yang relevan berkelanjutan, menjadi kunci untuk menyelesaikan setiap tantangan dalam pengembangan pembangunan daerah kepulauan di segala bidang.

Heri Suheri merupakan penulis tetap Timelines.id

Tulisan ini sudah dimuat di media Timeslime.id edisi 23 Januari 2025

Comments

comments

1 thought on “Pola Pikir dan Cara Mengelola Pembangunan Daerah Kepulauan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *