Makam makam Jepang di Kerkhof Pangkalpinang.
Oleh Dato Akhmad Elvian, DPMP, Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia.
Sebelum kedatangan Bala Tentara Jepang ke Pulau Bangka, orang Jepang sudah ke Pulau Bangka setelah Restorasi Meiji di Jepang sekitar Tahun 1868. Umumnya perempuan perempuan Jepang yang migrasi termasuk ke Pulau Bangka, menikah dengan pria Berhidung Putih atau orang Eropa dan menyebabkan mereka dimakamkan di Kerkhof Pangkalpinang.
Sedikitnya ada 7 makam yang jiratnya masih bisa dibaca yaitu: Matsumoto Shikino, usia 40 tahun, berasal dari Nagasaki, kuchinotsu, kemudian makam Horie Kata, meninggal 18 November 1927, lahir di Nagasaki wilayah Uragami Sewaki, makam Miyazaki Sei, Usia 41 tahun, meninggal, 24 Mei 1933 dari wilayah Nagasaki, selanjutnya makam Kaminokumi Mizue, usia 25 tahun, meninggal tanggal 16 Oktober 1922, makam Hamazaki Hana, usia 49 tahun, meninggal 16 April 1929 dari wilayah Kumamoto, kemudian makam Miyazaki Chiku, meninggal 10 Agustus 1910, lahir di Isahaya Hayami, Nagasaki dan makam Nagase Tanayo yang meninggal 23 Maret 1914. Sedangkan 3 makam lagi tidak terbaca jiratnya.
Pulau Bangka diduduki pasukan Jepang pada Tanggal 17 Februari 1942 oleh bala tentara XXV Jepang yang berkedudukan di Shonanto atau Singapura dengan kekuatan 800 tentara.
Salah satu bukti penting pendudukan Jepang di Pulau Bangka adalah catatan tertulis pada 2 makam Jepang di Kerkhof Pangkalpinang yang direnovasi oleh Balatentara Jepang pada sekitar bulan Juli 1943, makam tersebut adalah makam Miyazaki Chiku lahir di Nagasaki, Isahaya, Hayami, dipugar oleh tentara Jepang bernama Tetsuma.
Makam berikutnya adalah makam Hamazaki Hana yang dipugar oleh Hamazaki Kikue Sueko pada bulan Juli 1943 atau saat pendudukan Jepang di Pangkalpinang. Makam dipugar karena masih keluarga yang sama yaitu Hamazaki.
