Menelusuri Jejak Sejarah Masyarif Datuk Bendaharo Lelo Dan Pengaruh Besarnya Di Karesidenan Bangka, Dari Makamnya di Bukit Lama.

Jelajah Bangka
Masyarif Datuk Bendaharo Lelo adalah orang yang berpengaruh besar di Keresidenan Bangka Belitung pada masa pendudukan Jepang dan pada masa-masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.
– – – – – – –
Oleh Dato’ Akhmad Elvian DPMP., ECH.
Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia.
Pada makamnya yang sangat sederhana terletak di Pekuburan Kampung Bukitlama pada posisi paling Barat di sisi Selatan Jalan Kampung Melayu, tertulis di marmer putih kecil: MASJARIF LELO BANDAHARO, Sukamenanti: 10-1-’00,
PK. Pinang: 28-5-’49, maksudnya Lahir di Sukamenanti, Tanggal 10 Januari 1900, wafat di Pangkalpinang, Tanggal 28 Mei 1949.
Dalam catatan sejarah peran Masyarif Datuk Bendaharo Lelo sangat besar: Pertama, sebagai Ketua Chuo Sangikai. Pada saat akhir kekuasaan Jepang di Bangka Belitung, Masyarif Datuk Bendaharo Lelo adalah orang yang kemudian diberikan tugas oleh Jepang untuk melakukan kontrol dan tanggung jawab pemerintahan pada minggu-minggu transisi sebelum kedatangan tentara sekutu dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) di Pulau Bangka;
Peran Kedua setelah Kemerdekaan RI, Masyarif diangkat sebagai Residen Bangka Belitung. Jabatan Residen Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, ditetapkan oleh Satu telegram dari Gubernur Sumatera dari pihak Republik di Bukittinggi.
Selanjutnya peran penting Ketiga, adalah Masyarif diangkat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Bangka Belitung. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah berlangsung pada Tanggal 3 September 1945, dengan ketua terpilih Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, dengan wakil ketua terpilih Saleh Achmad dan Tiga orang anggota yaitu A. Gani, Sidi Minik dan Aris Munandar.
Peran penting berikutnya yang Keempat dari Masyarif adalah sebagai Ketua Bangka Raad atau Dewan Bangka, masa ketika Belanda kembali berkuasa di Bangka Belitung priode setelah Agresi militer Belanda Pertama (21 Juli 1947) dan Agresi militer Belanda Kedua (19 Desember 1948).
Keanggotaan Dewan Bangka (Bangka Raad) terdiri dari 25 orang, dipilih dari berbagai kelompok politik yang ada di Pulau Bangka, dan pemilihan untuk keanggotaan Bangka Raad atau Dewan Bangka dilaksanakan pada bulan September 1947.
Komposisi Dewan Bangka (Bangka Raad) terdiri dari Sembilan orang Tionghoa, Empatbelas orang pribumi dan Dua orang Eropa. Kebanyakan dari anggota Dewan Bangka diangkat dari para pejabat sipil, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun; Empat orang anggota Dewan Bangka, diangkat oleh Residen.
Bangka Raad atau Dewan Bangka, sebagai lembaga yang memiliki kekuasan otonom, memiliki kewenangan otonomi luas untuk mengatur masalah pendidikan, pertanian, pekerjaan umum, kesehatan, pajak lokal dan masalah yang berhubungan dengan penegakan hukum.
Bangka Raad atau Dewan Bangka juga menerima bagian keuntungan dari Bangkatinwinning (BTW), atau perusahan Timah milik Belanda untuk mendukung operasional kegiatan Bangka Raad atau Dewan Bangka. Demikianlah sekelumit peran dari Masyarif Datuk Bendaharo Lelo di Bangka Belitung dan semoga peran dan jasanya tetap tercatat dan dikenang dalam Sejarah Bangka Belitung maupun Sejarah Nasional Indonesia.