Prasasti Kota Kapur dan Pentingnya Pembangunan Identitas Sejarah Di Pulau Bangka
BERAWAL dari diskusi ringan penulis dengan Founder Yayasan Jelajah Bangka Indonesia (Alvin Azra) dan Akademisi Universitas Bangka Belitung (Dr.Darus.Altin.,M.Si).
Adalah terdapatlah ide dan satu masukan terhadap pembangunan tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur representatif di provinsi kepulauan Bangka Belitung sebagai bagian dari langkah mendukung hal strategis berkaitan untuk (memperkuat identitas budaya dan sejarah) wilayah provinsi kepulauan Bangka Belitung.
Prasasti Kota Kapur, adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh Dapunta Hiyaŋ, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak. Batu kutukan ini ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
Satu-satunya prasasti yang ditemukan di Kota Kapur adalah prasasti batu yang ditemukan oleh J.K. van der Meulen, administratur Hindia-Belanda di Sungai Selan, pada bulan Desember 1892. Prasasti batu yang berbentuk tugu (obelisk) itu berukuran tinggi 177 cm dan lebar 19-23 cm. Prasasti Kota Kapur disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D90. Prasasti tersebut ditulis dalam huruf Pallawa dan dalam bahasa Melayu Kuno. Tulisannya sebanyak sepuluh baris.
Untuk membaca tulisannya dari kiri ke kanan prasasti tersebut harus direbahkan dengan bagian puncak prasasti berada di sebelah kiri. Orang yang pertama kali membaca prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap “Śrīwijaya” itu adalah nama seorang raja. Kemudian atas jasa Cœdès, mulailah diketahui bahwa di Sumatra pada abad ke-7 Masehi ada sebuah kerajaan besar bernama Śrīwijaya.
Prasasti Kota Kapur berisi tentang persumpahan dan kutukan datu Sriwijaya kepada orang yang berbuat jahat seperti memberontak atau bersekongkol dengan pemberontak, tidak berperilaku hormat, takluk, dan setia kepada datu Sriwijaya dan datu yang diangkat oleh datu Sriwijaya, mengganggu ketentraman orang lain, membuat orang sakit dan gila serta menggunakan mantra dan racun, memakai racun upas dan tuba, memaksakan kehendak pada orang lain, dan merusak batu prasasti.
Rumusan kalimat persumpahan prasasti tersebut sama seperti pada prasasti lainnya yang diterbitkan oleh datu Sriwijaya yaitu Prasasti Palas Pasemah (Lampung), Telaga Batu (Palembang) dan Karang Berahi (Jambi). Keunikan Prasasti Kota Kapur adalah ditulisnya tanggal penulisannya, yaitu hari pertama paruh terang bulan Waisaka tahun Saka 608 (28 Februari 686), yang dikatakan bersamaan dengan peristiwa pengiriman bala tentara ke Bhumi jawa. (Sumber: Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka)
Adapun replika prasasti kota Kapur terdapat di Museum Timah yang berada di Kota Pangkalpinang.
Prasasti Kota Kapur, yang berasal dari abad ke-7 tersebut diatas, merupakan salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Sriwijaya, yang menunjukkan peran Bangka Belitung dalam sejarah nusantara.
Berikut beberapa alasan dan masukan kepada pihak terkait, mengapa penting untuk membangun tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur:
Pendapat pribadi penulis tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur ini, akan (berfungsi sebagai pengingat dan penanda identitas beragam budaya lampau masyarakat Bangka Belitung). Ia sekaligus menjadi simbol kebanggaan karena keterkaitan otentik bukti sejarah bagi masyarakat provinsi kepulauan Bangka Belitung dan dengan sejarah besar kerajaan Sriwijaya.
Keberadaan tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur dapat menjadi salah satu (sumber pendidikan sejarah tua) bagi masyarakat provinsi kepulauan Bangka Belitung, terutama generasi muda, agar mereka memahami dan menghargai warisan budaya dan sejarah leluhur bangsa.
Menampilkan simbol penting seperti prasasti Kota Kapur (mengangkat citra Bangka Belitung di tingkat nasional dan internasional), menandakan bahwa daerah ini memiliki kekayaan sejarah yang tua yang layak untuk dipelajari dan dieksplorasi.
Tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur ini akan (menjadi pusat aktivitas dan kebanggaan bersama warga), menciptakan ruang publik yang dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan integrasi sosial antar warga Bangka Belitung.
Ide atau masukan terhadap para pihak terkait terutama pemerintah daerah provinsi kepulauan Bangka Belitung tentang pembangunan tugu replika/monumen prasasti Kota Kapur ini bukan hanya menjadi landmark bersejarah di Bangka Belitung saja tetapi lebih luas termasuk dalam sejarah Indonesia.
Tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur ini dapat menjadi (objek wisata sejarah) yang menarik. Wisatawan domestik maupun mancanegara bisa tertarik untuk datang, sehingga meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata.
Melestarikan sejarah melalui tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur merupakan cara efektif untuk menjaga dan mempromosikan (warisan budaya) provinsi kepulauan Bangka Belitung.
Berikut beberapa peran tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur dalam pelestarian sejarah di provinsi kepulauan Bangka Belitung:
Tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur dengan sendirinya (dapat menyediakan dokumentasi fisik yang tahan lama tentang peristiwa atau tokoh penting), menjadi sumber informasi yang nyata dan mudah diakses dalam mengenal budaya lampau di provinsi kepulauan Bangka Belitung.
Dengan desain dan simbol-simbol tertentu, tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur dapat (menggambarkan cerita, nilai, dan elemen penting dari masa lalu yang perlu diingat).
Tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur dapat dilengkapi dengan informasi yang mendetail, seperti plakat atau papan keterangan, yang mendidik masyarakat dan pengunjung tentang sejarah di balik tugu tersebut.
Tugu sejarah atau monumen seringkali menjadi titik awal diskusi dan pembelajaran lebih lanjut mengenai sejarah, meningkatkan kesadaran dan pengertian publik.
Keberadaan tugu bersejarah sering kali (menginspirasi) karya seni lainnya, seperti pameran, film dokumenter, atau buku, yang merayakan dan memperluas narasi sejarah.
Tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur mampu menggambarkan daya tahan masyarakat untuk menghadapi tantangan di masa lalu, menjadi (simbol kekuatan, peradaban, dan pencapaian kolektif untuk pembangunan di segala bidang provinsi kepulauan Bangka Belitung), sesuai dengan tema peringatan hari jadi provinsi kepulauan Bangka ke- 24 tahun (Besame Kite Pacak, Bangka Belitung Hebat).
Tugu sering menjadi pusat dari upacara dan peringatan bersejarah, yang membantu mempertahankan tradisi dan memperkuat ikatan komunitas.
Dengan memanfaatkan tugu sebagai alat pelestarian sejarah, masyarakat dapat memelihara hubungan erat dengan masa lalu, sembari memupuk (identitas budaya yang kaya dan berkelanjutan).
Pembangunan tugu prasasti Kota Kapur di ibu kota Provinsi Bangka Belitung adalah langkah strategis untuk memperkuat identitas budaya dan sejarah wilayah tersebut. Prasasti Kota Kapur, yang berasal dari abad ke-7, merupakan salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Sriwijaya, yang menunjukkan peran Bangka Belitung dalam sejarah nusantara.
Dengan ide, masukan dan berbagai manfaat tersebut yang diuraikan diatas, menurut penulis adalah penting (bagi pemerintah daerah untuk mempertimbangkan pembangunan tugu replika atau monumen prasasti Kota Kapur), baik dari segi desain yang tepat, lokasi yang strategis, serta mengedepankan pelibatan komunitas setempat dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya. Kehadiran tugu prasasti ini diharapkan dapat memberikan dampak positif berkelanjutan bagi pembangunan karakter dan ekonomi masyarakat, serta mendorong pelestarian nilai-nilai budaya yang telah mengakar selama berabad-abad.
Tulisan ini sudah dimuat di media Timesline.id dengan judul “Meninjau Pentingnya Pembangunan Tugu Replika atau Monumen Prasasti Kota Kapur di Bangka Belitung” edisi 25 November 2024
Heri Suheri, C.IJ., C.PW., CA-HNR., C.FLS. adalah penulis tetap Timelines.id